TUTUT DAN KEONG SAWAH
Hukum Mengkonsumsi Tutut (Keong Sawah)
Munthe Fatwa & Konsultasi
keong-aw
PERTANYAAN:Apa hukum memakan keong Tutut yaitu keong yang hidupnya di sawah atau di sungai. Jemaah (Ahad, 24-03-2013). JAWAB: Dalam Islam mengenai makanan ada aturan dalam mengkonsumsinya memiliki aturan yang jelas seperti apakah makanan itu halal atau yang diharamkan ataupun juga yang halal, namun tidak baik gizinya (Ghaira Thaiyibat) seperti makanan yang halal namun terbuat dengan bahan campuran yang membahayakan, yang halal namun sudah kadaluarsa atau busuk, dan yang halal namun mengkonsumsinya dengan berlebihan atau dapat membuat mudharat bagi orang yang terkena penyakit tertentu, jika mengkonsumsinya. Diantaranya sebagamana Allah SWT berfirman dibawah ini:
يَاأَيُّهاَ النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي اْلأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّبًا وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ {البقرة : 168}
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. QS. Albaqarah: 168)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَارَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا للهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ {البقرة : 172}
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik(bergizi dan halal) yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. QS. Albaqarah: 172)
Mengenai Keong Tutut atau keong yang hidup di sungai atau di sawah tidak dapat disamakan dengan Bekicot. Masih dijumpai di berbagai daerah di Indonesia yang gemar mengkonsumsi Bekicot. Bekicot sudah jelas keharamannya, karena menjijikkan, berlendir dan memiliki zat yang mengandung racun dan hewan ini sepakat para ulama melarang mengkonsumsinya.
Sedangkan keong Tutut para ulama ada yang membolehkannya, namun hukumnya “Makruh” dan ada juga yang menggolongkanya kepada hewan yang menjijikkan yang tergolong haram untuk dimakan. Yang membolehkan atau makruh hukumnya beralasan tidak ada dalil yang mengharamkannya dan kandungan dagingnya tidak mengandung zat atau racun yang membahayakan bagi tubuh manusia dan keong Tutut disamakan dengan keong yang ada di laut.
Sebagaimana kaidah Fikih menyebutkan: ( وأن الأصل في الأشياء الإباحة مالم يقم دليل معتبر على الحرمة ; Asal segala sesuatu hukumnya adalah Mubah selama tidak ada dalil atau bukti kuat yang dapat mengharamkannya). Jadi tidak ada dalil yang kuat yang mengharamkan keong Tutut untuk dikonsumsi.
Jadi keong Tutut meskipun boleh (Mubah) dikonsumsi namun kebanyakan para ulama tidak mengkonsumsi keong darat seperti keong Tutut yang tidak sama dengan keong yang hidup di laut. Maka keong Tutut hukumnya “Makruh” dikonsumsi karena hewan ini dianggap hewan yang masih menjijikkan yang kurang baik untuk dikonsumsi, meskipun mengandung obat. Allah Swt berfirman dalam surah Almaidah :
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ (المائدة : 5)
Pada hari ini aku halalkan bagimu makanan yang baik-baik (makanan yang tidak menjijikkan, yang mengandung gizi dan tidak mengandung zat-zat yang berbahaya). QS. Al Maidah: 5)
Bukan karena alasan obat makanan itu diperbolehkan dimakan tanpa ada udzur syar’i yang membolehkannya. Wallahua’lam.
KH. Ovied.R
Sekretaris Dewan Fatwa Al Washliyah Se-Indonesia, Guru Tafsir Alqur’an/Perbandingan Madzhab Fikih Majelis Ta’lim Jakarta & Direktur Lembaga Riset Arab dan Timur Tengah [di Malaysia]
Munthe Fatwa & Konsultasi
keong-aw
PERTANYAAN:Apa hukum memakan keong Tutut yaitu keong yang hidupnya di sawah atau di sungai. Jemaah (Ahad, 24-03-2013). JAWAB: Dalam Islam mengenai makanan ada aturan dalam mengkonsumsinya memiliki aturan yang jelas seperti apakah makanan itu halal atau yang diharamkan ataupun juga yang halal, namun tidak baik gizinya (Ghaira Thaiyibat) seperti makanan yang halal namun terbuat dengan bahan campuran yang membahayakan, yang halal namun sudah kadaluarsa atau busuk, dan yang halal namun mengkonsumsinya dengan berlebihan atau dapat membuat mudharat bagi orang yang terkena penyakit tertentu, jika mengkonsumsinya. Diantaranya sebagamana Allah SWT berfirman dibawah ini:
يَاأَيُّهاَ النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي اْلأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّبًا وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ {البقرة : 168}
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. QS. Albaqarah: 168)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَارَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا للهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ {البقرة : 172}
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik(bergizi dan halal) yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. QS. Albaqarah: 172)
Mengenai Keong Tutut atau keong yang hidup di sungai atau di sawah tidak dapat disamakan dengan Bekicot. Masih dijumpai di berbagai daerah di Indonesia yang gemar mengkonsumsi Bekicot. Bekicot sudah jelas keharamannya, karena menjijikkan, berlendir dan memiliki zat yang mengandung racun dan hewan ini sepakat para ulama melarang mengkonsumsinya.
Sedangkan keong Tutut para ulama ada yang membolehkannya, namun hukumnya “Makruh” dan ada juga yang menggolongkanya kepada hewan yang menjijikkan yang tergolong haram untuk dimakan. Yang membolehkan atau makruh hukumnya beralasan tidak ada dalil yang mengharamkannya dan kandungan dagingnya tidak mengandung zat atau racun yang membahayakan bagi tubuh manusia dan keong Tutut disamakan dengan keong yang ada di laut.
Sebagaimana kaidah Fikih menyebutkan: ( وأن الأصل في الأشياء الإباحة مالم يقم دليل معتبر على الحرمة ; Asal segala sesuatu hukumnya adalah Mubah selama tidak ada dalil atau bukti kuat yang dapat mengharamkannya). Jadi tidak ada dalil yang kuat yang mengharamkan keong Tutut untuk dikonsumsi.
Jadi keong Tutut meskipun boleh (Mubah) dikonsumsi namun kebanyakan para ulama tidak mengkonsumsi keong darat seperti keong Tutut yang tidak sama dengan keong yang hidup di laut. Maka keong Tutut hukumnya “Makruh” dikonsumsi karena hewan ini dianggap hewan yang masih menjijikkan yang kurang baik untuk dikonsumsi, meskipun mengandung obat. Allah Swt berfirman dalam surah Almaidah :
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ (المائدة : 5)
Pada hari ini aku halalkan bagimu makanan yang baik-baik (makanan yang tidak menjijikkan, yang mengandung gizi dan tidak mengandung zat-zat yang berbahaya). QS. Al Maidah: 5)
Bukan karena alasan obat makanan itu diperbolehkan dimakan tanpa ada udzur syar’i yang membolehkannya. Wallahua’lam.
KH. Ovied.R
Sekretaris Dewan Fatwa Al Washliyah Se-Indonesia, Guru Tafsir Alqur’an/Perbandingan Madzhab Fikih Majelis Ta’lim Jakarta & Direktur Lembaga Riset Arab dan Timur Tengah [di Malaysia]
Komentar
Posting Komentar